Sinopsis: Novel yang bertema perulangan (dan kekusutan takdir?) ini mengisahkan ttg banyak karakter, namun terfokus pada dua tokoh Dewa dan Lilyana. Mengisahkan kehidupan Dewa yg terasa kosong, karena banyak hal tak mampu didapatkannya dari pernikahannya dg. seorang gadis pilihan orangtuanya. Awalnya Dewa dikenalkan pada Lilyana, namun terlalu pemalu dan tak ingin larut dalam kisah Siti Nurbaya modern, baik Dewa dan Lilyana menolaknya. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk bertemu kembali dan menjalin hubungan, duapuluh tahun kemudian. Ketika itu Dewa telah menikah, sedangkan Lilyana telah bercerai dan memiliki seorang anak.
Selama jeda duapuluh tahun tsb. baik Dewa maupun Lilyana menjalin hubungan dg. orang lain. Dewa yg diceritakan pemalu dan serius, baru bisa menjalin hubungan saat dia bekerja sebagai dosen. Gadis pilihannya adalah Aufa, seorang gadis cilik yg pernah dijumpainya di sebuah pesta pernikahan. Ketika itu Aufa berumur 13 tahun dan Dewa 20an. Di pesta itu mereka hanya bisa saling tatap, tanpa pernah bertukar kata. Selang bertahun-tahun kemudian mereka kembali dipertemukan oleh alunan biola Aufa, serta sebuah film berjudul "If Only".
Sementara di lain pihak, Lilyana menjalin hubungan dg. lelaki bernama Yudi. Seorang lelaki yg diyakini sebagai kepastian dalam hidupnya. Tempatnya menambatkan cinta. Sampai satu ketika Yudi mengejutkannya dg. tuduhan-tuduhan yg dialamatkan pada Lilyana--bahwa dia telah berselingkuh, tanpa mau mendengar penjelasan Lilyana sedikitpun. Ditambah dengan kisah masa lalu ibunya dg. ayahnya, sempurna sudah pandangan Lilyana akan cinta dan pernikahan serta korelasinya dg. hubungan wanita dan pria. Bahwa ketiganya tidak selalu sejalan. Seseorang mungkin jatuh cinta pada lebih dari satu orang. Namun tidak selalu dia menikahi orang yg dicintainya. Sejak itu, Lilyana hanya memandang cinta dan pria hanyalah kemungkinan, bukan kepastian. Kita mungkin bertemu dan mungkin jatuh cinta. Mungkin hanya sehari, sebulan, setahun...namun tidak pasti selamanya. Paham ini kemudian mengantarkan Lilyana pada pertemuannya dg. Yusril.
Takdir kembali berulang dan mengalami kekusutan. Berulang kali Dewa dan Lilyana mengalami jatuh cinta dan patah hati. Hingga pada puncaknya mengalami perpisahan. Dewa dari Aufa dan Lilyana dari Yusril. Yang mengejutkan, takdir mereka berempat kembali dipersatukan tatkala Dewa dan Yusril bertemu di pesawat. Tanpa sadar, Dewa kembali bertemu dg. Aufa lewat Yusril yg adalah suaminya. Sebaliknya, Yusril merasakan jejak-jejak cintanya Lilyana melalui Dewa yg terbang menuju Jakarta untuk menemui Lilyana.
Review: Masing-masing satu bintang untuk ide cerita ttg perulangan serta tema kekusutan takdir, yg diusung oleh Ahyar Anwar. Dia memiliki ide yg cukup mengesankan untuk menceritakan betapa manusia mempercayai bahwa pernikahan adalah jalan keluar segala hal dalam kehidupan. Dengan cukup lugas Anwar menyampaikan pendapatnya ttg institusi pernikahan.
Satu bintang lagi untuk beberapa info yg diselipkan Anwar dalam ceritanya, termasuk mengenai novel dan film. Cukup mengesankan bagi saya, hingga membuat saya terpaku.
Sayangnya... Anwar kurang gemulai dalam meramu plot, sehingga sebagian besar ceritanya terasa kendor dan mengulang-ulangi hal yg sama. Apakah itu untuk menegaskan tema yg diusungnya? Untuk ukuran buku yg telah diterbitkan, saya masih menemui banyak kekurangan dan kesalahan. Misalnya pada halaman 9, yang membuat saya terpaku dan bertanya-tanya, apakah ada cerita yg diedit? Apakah kesalahan tanda baca? Beberapa kali Anwar juga mengubah gaya kepenulisan. Seringkali dia menggunakan kata 'aku', namun tak jarang juga tiba-tiba beralih menggunakan 'saya'. Well, secara pribadi, saya tidak merasa nyaman saat membacanya.
Hasilnya... Saya memberikan dua bintang untuk novel Anwar ini. Namun bukan berarti Infinitum ini bukan karya yg layak baca, karena ini hanyalah penilaian saya secara pribadi.
saya suka sastra tapi pada porsi yang membuat saya kenyang tanpa merasa "enek". Yah, ini novel cinta dan segala tetek bengek dan romantismenya (maklum saya pembaca novel-novel terjemahan bergenre psikologis, suspense-thriller, kriminal dan sejenisnya). Infinitum bagi saya, kebetulan berada di level "sastra yang terlalu mengenyangkan", terlalu subur dengan personifikasi-personifikasi khas sastra, pagi yang resah, lanskap senja yang murung, hujan yang merintih-rintih, sore yang redup, dsb. Saya kekenyangan.
Banyak hal yang saya setujui dalam novel ini. salah satunya tentang cinta pada orang-orang dewasa. cinta pada orang dewasa seringkali rumit, malah sampai mungkin untuk menembus sekat pernikahan dan bahkan berbilangnya waktu, hingga puluhan tahun memendam api perasaan. cinta dalam novel ini dilukiskan secara getir. dari halaman ke halaman akan terasa semakin berat. entah mungkin karena penggunaan gaya bahasanya atau mungkin karena materi dalam buku ini yang 'berat', membahas cinta dengan tinjauan filsafat. namun salah satu hal saya tidak setujui adalah mengenai pembahasan yang menyangkut penderitaan dari orang yang menikah secara terpaksa demi memenuhi standar 'moral sosial'. menurut saya, belum tentu semua yang dipaksakan akan berakhir pada penderitaan. seringkali pula unsur paksaan sebenarnya bisa jadi lebih baik. misalkan ada anak kecil yang ingin melompat ke jurang, tapi dilarang oleh orang tuanya, ia dipaksa untuk pergi menjauh dari tepi jurang itu. mungkin menyakitkan bagi sang anak, tapi bisa jadi itulah yang terbaik bagi sang anak. kita melihat dari satu sudut pandang yang mengerikan, tapi boleh jadi sudut pandang lain justru memberikan harapan yang lebih indah. menurut saya masih lebih terhormat melakukan sesuatu karena aturan, karena dengan aturan itu hakikatnya kita adalah bebas, sedangkan mengikuti hasrat kebebasan menurut saya itu bukanlah kebebasan, melainkan mengikuti hawa nafsu. dan atas nama apakah kebebasan itu ada kalau ternyata kita hanya diperbudak oleh hawa nafsu yang bersembunyi dibalik selimut nama kebebasan? mungkin benar adanya kalau standar moral sosial yang ada hanya didasarkan atas dasar keumuman yang terjadi maka akan mengakibatkan penderitaan bagi individu-individu yang 'berbeda', akan tetapi kalau moral sosial didasarkan pada standar yang jelas, semisal standar moral ketuhanan atau standar yang bersumber dari agama, yang tentunya itu bersumber dari Tuhan Yang Maha Mengenal ciptaannya, yang mengerti segala aspek psikologis manusia, tentu saja bukan tidak mungkin standar inilah yang lebih baik. tapi persoalannya sekarang, standar agama manakah yang digunakan? masih adakah di zaman ini orang-orang yang mau menerima dengan ikhlas sebuah standar moral yang berasal dari salah satu agama, namun bukan berasal dari agama yang ia yakini?
perulangan.. itu makna dari judulnya. Bukan mengalami hal yng sama dengan persis namun lebih pada pengalaman dengan tagline yang setipe.Memaknai fungsi masing-masing dalam menjadi komponen pelengkap dari dunia ini. Merajut berbagai kisah yang kadang bertaut dengan kisah pribadi lain. Di kisahkan memiliki hubungan yang menarik dengan setiap jalan yang dimiliki.
Pertemuan adalah permulaan dari sebuah kisah diantara yang bertemu dan kelanjutan kisah untuk setiap pribadi masing-masing. Berproses dengan mengikuti jalan Tuhan yang disebut takdir hingga terjadi perpisahan diantara keduanya. Kemudian bertemu dan memulai kisah-kisah baru bersama orang lainnya. Dengan proses yang sama yang katanya pertautan takdir.
Hanya kadang metode untuk menutup kisah yang berbeda-beda. Mengakhiri dengan memulai kisah baru dengan yang lain atau memulai kisah baru dengan tageline berbeda (status).
kegalauan seorang untuk memilih antara mencari kekasihnya demi kepuasan bathin atau menjalani kehidupan normal demi kelayakan pandangan sosial masyarakat. Menarik saat kau memilih meninggalkan realitas, walau beriring dengan pandangan miring anggota masyarakat yang menjunjung tinggi kemonotonan . Memperjuangkan untuk memeluk kebahagiaan dengan kembali mengulang kisah yang sama dengan sang kekasih.
untuk kisah yang kau tinggalkan tak mampu untuk mengepakkan sayap kebebasannya dan memulai kisah baru yang asama sepertimu. Kisahnya berakhir bersamaan dengan akhir kisahnya denganmu. jiwanya mati karena tak mampu mengulang kebahagiaan dalan kisahnya. Cinta yang berulang. Cinta yang berjuang, bertahan. cinta yang berjuang lau tertinggalkan. Cinta yang terpisahkan. Cinta yang muncul beriring dengan waktu. Cinta yang kembali dengan perjuangan dan berpanen keberhasilan.